Kumparan.com / Nathanael Gavin Hasiholan Siregar / 14 Agustus 2020, 5:32 WIB
Sektor pariwisata merupakan sektor yang menerima dampak paling besar dari pandemi Covid-19 ini. Calon pengunjung memilih untuk tidak bepergian terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya penularan virus selama perjalanan. Selain itu, rumitnya pengecekan dan syarat-syarat yang perlu dipenuhi sebelum bepergian dengan pesawat atau kereta api membuat masyarakat enggan untuk pergi liburan.
Kawasan penyangga KEK Tanjung Lesung yang terdiri dari desa Tanjungjaya, Citeureup, dan lainnya, merupakan kawasan di ujung barat pulau Jawa dengan destinasi wisata yang sangat indah. Namun, belum banyak masyarakat Indonesia khususnya penduduk Jakarta yang mengetahui keberadaan destinasi wisata ini. Masih banyak warga Jakarta yang memilih Bandung atau Puncak sebagai destinasi wisata di akhir pekan. Padahal banyak destinasi wisata di kawasan penyangga KEK Tanjung Lesung khususnya pantai-pantai yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, dan jarak yang perlu ditempuh tidak jauh beda dengan Bandung.
“Kita beneran sepi ga ada pengunjung. Wisatawan takut berkunjung, kita juga takut menerima tamu. Wisata mati total,” ungkap Danni Wahyudi M., warga Desa Tanjungjaya.
Melihat permasalahan tersebut, mahasiswa peserta KKN Universitas Gadjah Mada 2020, Nathanael Gavin, beserta dengan mahasiswa lainnya, membuat sebuah website khusus (bufferzonetanjunglesung.com) yang akan dikelola langsung oleh masyarakat setempat untuk mempromosikan destinasi wisata, paket wisata, produk lokal, dan penginapan yang dapat menjadi daya tarik dari kawasan Buffer Zone KEK Tanjung Lesung.
Masyarakat di sekitar kawasan penyangga KEK Tanjung Lesung menyambut baik terbangunnya website baru ini yang diciptakan untuk menghadirkan lebih banyak wisatawan. “Kami berterimakasih kepada tim KKN UGM sudah membantu membuatkan website untuk bufferzone KEK Tanjung Lesung,” ungkap Yopi Nuryadi, Ketua Pokdarwis Cigeulis.
Masa pandemi Covid-19 tentunya membawa banyak perubahan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Banyak dari mereka yang tidak menerima upah secara utuh atau bahkan harus rela kehilangan pekerjaannya.
Masa sulit ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kecil, namun juga dirasakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional hingga perlu menutup puluhan gerai tokonya yang tersebar di seluruh Indonesia.